Praktik Jual Beli Sayuran Sistem Untingan dalam Perspektif Ekonomi Syariah (Studi Kasus Di Pasar Gambar Wonodadi Blitar)

Penulis

  • Mohammad Saiful Rifai Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung
  • Nurwahyuni Nurwahyuni Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung
  • Mochamat Amarodin Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung

DOI:

https://doi.org/10.24269/mjse.v5i1.11675

Abstrak

ABSTRACT

The practice of buying and selling vegetables using the "untingan" system refers to a type of transaction where goods are bundled into small groups. The aim of this research is to analyze the Islamic economic perspective regarding the practice conducted at the Gambar Wonodadi Blitar market, where each bundle (per bundle) is not weighed, but only estimated. The approach used is a phenomenological approach with field research employing a descriptive qualitative method. Primary data sources were obtained through direct observation, interviews, and documentation. This primary data was supported by secondary data sourced from books, scientific journals, and other relevant information. The results of the study indicate that the buying and selling practice fulfills the necessary conditions, namely: 1. There are sellers and buyers involved in the transaction; 2. There is an object being traded, in this case, vegetables; 3. The transaction has a good intention and purpose; 4. There is an agreement (Ijab Kabul) between both parties without coercion and without causing harm to either party. The practice is also free from prohibited aspects, including haram li dzatihi (prohibition due to the nature of the object being sold), since vegetables are not haram objects. It is also free from haram li ghoirihi (prohibitions related to other factors besides the object being traded), such as: 1. Tadlis (misrepresentation); 2. Ihtikar (monopoly); 3. Ba’i najasy (manipulation of prices); 4. Riba (usury); 5. Maysir (gambling); and 6. Gharar (excessive uncertainty). In this transaction, the untingan system used falls under the category of gharar qalil (slight uncertainty), which, according to scholars, is permissible as long as the conditions and terms of the transaction are fulfilled. According to the urf (customary practice) principle, this practice is also allowed because it does not violate any rules. In this transaction, the urf principle is met, as: 1. It brings logical benefits; 2. It is common in society or at least among most people; and 3. It does not contradict any established religious texts (nash). In Islamic economics, selling without weighing or estimating (ba’i jizaf) is permitted as long as it meets the following requirements: 1. The object being sold must exist and be visible to both parties; 2. Both parties (the seller and buyer) do not know the exact measurement or weight; 3. The estimation process must be carried out by someone who is skilled or experienced in it; and most importantly, 4. It does not harm either party. Therefore, it can be concluded that the practice of buying and selling using the untingan system at the Gambar Wonodadi Blitar market is a valid transaction according to the Islamic economic perspective.

 

ABSTRAK

Praktik jual beli sayuran sistem untingan merupakan jual beli yang memiliki arti diikat kecil-kecil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan ekonomi islam terkait praktik yang dilakukan di pasar Gambar Wonodadi Blitar dikarenakan dalam setiap untingan (ikatan) yang dibuat tidak dilakukan penimbangan melainkan hanya dikira-kira. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis dengan jenis penelitian lapangan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data primer diperoleh dari terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data primer didukung oleh data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal ilmiah, dan berbagai informasi lain yang memiliki korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik jual beli sudah memenuhi rukun yakni: 1. terdapat penjual dan pembeli yang melakukan transaksi; 2. Terdapat obyek yang ditransaksikan berupa sayuran; 3. Memiliki maksud dan tujuan yang baik; 4. Terdapat kesepakatan ijab Kabul antara kedua belah pihak tanpa paksaan dan tidak merugikan salah satu pihak. Praktik jual beli juga terbebas dari hal-hal yang dilarang yaitu haram li dzatihi atau keharaman dari zat obyek yang dijual, dalam hal ini sayuran bukanlah obyek yang haram. Kemudian juga terbebas dari aspek haram li ghoirihi atau hal-hal yang dilarang diluar dari zat obyek yang ditransaksikan antara lain yaitu: 1. Tadlis; 2. Ihtikar; 3. Ba’I najasy; 4. Riba; 5. Maysir; dan 6. Gharar. Dalam traksaksi ini sistem untingan yang digunakan tergolong ke dalam gharar qalil (kecil) dimana menurut para ulama hal ini diperbolehkan asalkan rukun dan syaratnya terpenuhi. Menurut kaidah urf (adat/ kebiasaan) hal ini juga diperbolehkan dikarenakan tidak melanggar. Pada transaksi ini sudah memenuhi kaidah urf yakni: 1. mengandung kemaslahatan yang logis; 2. berlaku umum pada masyarakat atau minimal di kalangan sebagian besar; dan 3. tidak bertentangan dengan nash. Dalam ekonomi islam sendiri, jual beli tanpa timbang atau taksiran (ba’i jizaf) diperbolehkan asalkan memenuhi syarat yakni obyek yang dijual harus ada wujudnya dan dapat dilihat oleh kedua belah pihak, Kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengetahui secara pasti kadar takarannya, Proses taksiran harus dilakukan oleh orang yang sudah ahli (terbiasa), dan yang paling utama adalah tidak merugikan salah satu pihak. Jadi dapat disimpulkan bahwa praktik jual beli sistem untingan di pasar Gambar Wonodadi Blitar adalah transaksi yang sah menurut perspektif ekonomi islam.

Kata Kunci : Jual Beli, Ba’i, Untingan, Ba’i Jizaf, Urf, Ekonomi Islam.

Diterbitkan

2025-04-30

Terbitan

Bagian

Articles