MEMBANGUN KESADARAN KEBERAGAMAAN INKLUSIF DI MASYARAKAT SEGRERATIF DI SULAWESI TENGGARA

Authors

  • Ipandang Ipandang Institut Agama Islam negeri Kendari
  • Sigit Dwi Laksana Universitas Muhammadiyah Ponorogo

DOI:

https://doi.org/10.24269/adi.v5i1.3744

Abstract

Artikel pengabdian ini fokus pada upaya membangun kesadaran keberagamaan inklusif di tengah masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara. Kesadaran ini sangat penting ditmbuhkembangkan agar bisa meningkatkan sikap toleransi dan moderasi keberagamaan di masayarakat segregatif. Oleh karenanya, pengabdian ini terletak pada upaya membangun kesadaran keberagamaan inklusif masyarakat Tolaki sebagai upaya menekan dinamika konflik sosial dan keberagamaan. Pengabdian ini menggunakan pendekatan Particpatory Action Research (PAR) berupa siklus kegiatan yang berulang-ulang dan berkesinambungan. Siklus ini terdiri atas empat kegiatan, antara lain: penyusunan rencana, tindakan, observasi atau evaluasi dan refleksi. Simpulan pengabdian ini menyatakan, proses pembangunan kesadaran keberagamaan bersifat transformasional –dari keberagamaan personal ke sosial dengan keswadayaan dan berkelanjutan (sustainability). Bahkan kerangka desain penguatan nilai-nilai kalosara terintegrasi nilai-nilai doktrin Islam bisa diposisikan sebagai media resolusi konflik. Karenanya pengabdian ini mampu memberikan kesadaran kritis bagi komunitas tokoh masyarakat, agama dan pemuda yang dilakukan melalui penguatan basis pemahaman dan visi persatuan di atas landasan kearifan lokal berbasis nilai keagamaan.

References

[1] Muhammad Alifuddin, “Dakwah Inklusif dalam Masyarakat Segregatif di Aoma dan Ambesako Sulawesi Tenggara,” J. Dakwah Media Komun. dan Dakwah, no. 2, pp. 171–201, 2015.
[2] Mawardi Siregar, “Menyeru tanpa Hinaan: Upaya Menyemai Dakwah Humanis pada Masyarakat Kota Langsa yang Pluralis,” J. Dakwah Media Komun. dan Dakwah, pp. 203–229, 2015.
[3] L. D. R. Hakim, “Grebeg Sudiro dan Representasi Keberagaman di Sudiroprajan, Kota Surakarta,” Indones. J. Relig. Soc., pp. 1–11, 2020.
[4] George Ritzer & Daouglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana, 2004.
[5] C. Geertz, Interpretation of Culture,. New York: Basic Book, 1973.
[6] dkk Amiruddin, “Kalosara di Kalangan Masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara,” J. Seni Budaya, no. 2, pp. 209–219, 2017.
[7] “Wawancara dengan tokoh masyarakat desa Ambesakoa.”
[8] “Wawancara dengan tokoh masyarakat desa Aoma.”
[9] A. Tarimana, Kebudayaan Tolaki: Seri Etnografi Indonesia No. 3. Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
[10] Muh Subair, “Internalizing Kalosara’s Value in A Traditional Dance ‘Lulo’ in The City of Kendari, Southeast Sulawesi,” Anal. J. Soc. Sci. Relig., pp. 198–213, 2017.
[11] A. Tarimana, “Kalo Sebagai Fokus Kebudayaan Tolaki,” Universitas Indonesia, 1985.
[12] Dimanto & Ali Hadara, “Fungsi Kalosara pada Masyarakat Tolaki di Desa Lalonggasu Kecamatan Tinanggea Kabuapten Konawe Selatan,” J. Penelit. Pendidik. Sej. Uho, vol. 2, pp. 74–80, 2020.
[13] Ipandang & Ai Yeni Yuliyanti, “Tolaki Tribe’s Marriage: The Struggle of Islamic Law and Customary Law,” Madania J. Kaji. Keislam., no. 2, pp. 191–200, 2020.
[14] Ramlah Hakim, “Lingkar Rotan Kalosara: Perjumpaan Islam dan Tradisi dalam Sejarah Islam Konawe,” al-Qalam J. Penelit. Agama dan Sos. Budaya, no. 2, pp. 39–49, 2017.
[15] Hamlan Andi Baso Malla, “Indigenous Monikah Tajio Ethnic of Islamic Cultural Heritage at Kasimbar, Central Sulawesi,” J. Soc. Islam. Cult., vol. 2, pp. 63–89, 2020.

Published

2021-06-08

Issue

Section

Articles