SOLIDARITAS KAUM LAKI-LAKI SEBAGAI PEDAGANG SAYUR KELILING ATAU BAKUL ETHEK DI PASAR SONGGO LANGIT PONOROGO

Ekapti Wahjuni* -  Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Indonesia

DOI : 10.24269/ars.v2i2.15

Kota Ponorogo merupakan kota yang penduduknya sangat heterogen, hal ini menimbulkan keragaman dalam pekerjaan. Salah satu pekerjaan yang begitu marak yaitu pedagang sayur keliling yang lokasi penjualan pedagang sayur keliling menyebar, hampir di seluruh kota Ponorogo sampai ke pedesaan. Masyarakat Ponorogo dalam menyebutkan pedagang sayur keliling dengan istilah Bakul ethek. Dapat disimpulkan bahwa masalah solidaritas Mekanik dalam hal Moral yang berhubungan dengan peraturan transaksi perdagangan jual beli itu ada ,tetapi tidak tertulis,namun tetap ditaati dan dilaksanakan, ini menimbulkan rasa kepercayaan pada setiap individu untuk selalu bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan dari apa yang sudah menjadi kesepatan bersama. Kebersamaan terjalin baik ini dapat menciptakan rasa manusiawi bersikap peduli terhadap persoalan sesama teman, yang akhirnya terwujudnya rasa kesetikawanan yang kuat diantara kaum laki-laki sebagai pedagang sayur keliling dan terciptanya visi dan misi, tujuan yang sama, sehingga dapat menghindari rasa kecurigaan dan konflik aantar pedagang sayur keliling. Adapun solidaritas Organik bahwa adanya saling ketergantungan dalam ikatan kerja yang diatur dengan perbedaan kemampuan individu dari kaum laki-laki pedagang sayur keliling untuk menentukan tingkat nkepentingan kegiatannya dalam berdagang, hal ini terjadi karena heterogenitas jenis barang dagangan yang dijual oleh pedagang sayur keliling , sehingga bisa bersifat otonom.

Keywords
SOLIDARITAS,LAKI-LAKI,PEDAGANG SAYUR KELILING, BAKUL ETHEK, PASAR SONGGO LANGIT, PONOROGO
  1. Akatiga, 1998, Sektor Jasa Perdagangan (Suatu Fenomenal Krisis) : Studi Kasus Pedagang Angkringan di Yogyakarta, dalam : http://www.akatiga.or.id.
  2. Aloysius Gunadi Brata, 2004, Nilai Ekonomis Modal Sosial Pada Sektor Informal Perkotaan, email : aloy.gb@mail.uajy.ac.id, Agustus 2004, Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya.
  3. Arif Budiman, 1996, Teori Pembangunan Di Negara Dunia Ketiga, Penerbit Gramedia, Jakarta.
  4. Aris Marfai, 2005, Angkringan, Sebuah Simbol Perlawanan, dalam : http://www.penu- lislepas.com, 13 Agustus 2005.
  5. Bobi B. Setiawan, 2004, Ruang Publik dan Modal Sosial: Privatisasi Ruang di Kampung, Universitas Gadjah Mada, dalam Info URDI Volume 17, Yogyakarta.
  6. Damsar, 1997, Sosiologi Ekonomi , Cetakan Pertama, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  7. Doyle Paul Johnson, 1994, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Diindonesiakan oleh Rob- ert M. Z. Lawang, Penerbit PT. Gramadia Pustaka Utama, Jakarta.
  8. Ema Setijaningrum, 2001, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Paguyuban PKL (Pedagang Kaki Lima) dalam Pembinaan Terhadap Anggotanya, dalam: http://fe.digilib.unair. ac.id.
  9. Gunawan dan Sugiyanto, 2005, Kondisi Keluarga Fakir Miskin dalam : http://www.dep- sos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20 UKS/2005/gunawan.htm.
  10. Hamidi, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Kedua, Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
  11. Hidayat, 1983, Definisi, Kreteria dan Evolusi Konsep Sektor Informal : Sumbangan Pe- mikiran untuk
  12. Repelita IV , ANALISA, Tahun XII, Nomor 7, Fakultas Ekonomi, Universitas Pedjajaran, Bandung.
  13. Kartini Kartono, dkk., 1980, Pedagang Kaki Lima sebagai Realita Urbanisasi dalam Rangka Menuju Bandung Kota Indah, FISIP Universitas Katolik Parahiyangan, Bandung.
  14. Mulyanto, 2007, Pengaruh Motivasi dan Kemampuan Manajerial Terhadap Kinerja Usaha Pedagang Kaki Lima Menetap (Suatu Survai pada Pusat Perdagangan dan Wisata Di Kota Surakarta), dalam Jurnal BENEFIT, Volume 11, Nomor 1, Juni 2007, Fakultas Ekonomi Uni

Full Text:
Article Info
Submitted: 2016-02-22
Published: 2016-02-22
Section: Artikel
Article Statistics: